-->

Cinta Pertama yang Tak Dapat Kumiliki

Cinta Pertama yang Tak Dapat Kumiliki - Hujan tiba-tiba jatuh dari langit setelah siang yang begitu terik tanpa adanya mendung. Seolah-olah sang hujan ingin menyampaikan semesta sebagai dirinya sendiri bahwa dia adalah butir air penyejuk jiwa.

Disini aku berdiri di depan jendela kamar ku yang sengaja ku buka sambil memandang tetes demi tetes air hujan yang turun membasahi dedaunan. Entah kenapa aku sangat menyukai hujan.

Bagiku hujan adalah sebuah kenangan karena hujan aku dapat menemukan apa itu arti cinta dan persahabatan. Aku selalu memperhatikan setiap tetes hujan itu jatuh membasahi bumi ini. Aku selalu memandang semua itu penuh arti hingga aku teringat saat-saat itu, saat aku dengannya di bawah setiap tetesan air hujan.
Cinta Pertama yang Tak Dapat Kumiliki
Baca juga:

Hujan dapat mengingatkan seseorang akan berbagai kisah, baik kisah bahagia yang menyentuh hati serta kisah sedih yang menusuk relung jiwa. Dalam hujan terdapat senandung lagu yang hanya bisa didengar oleh orang-orang yang menginginkannya, membawa rasa rindu akan sesuatu yang sangat berharga, tak terlihat oleh mata dan letak di sudut hati yang paling dalam.

Dalam dunia nyata, hujan selalu membawa kegalauan dalam setiap diri remaja. Membawa hati dan pikiran terbang jauh akan angan-angan penuh kasih tentang bayangan seseorang yang mereka rindukan. Tak terkecuali orang dewasa dan anak-anak, banyak sekali kenangan yang muncul dalam setiap memori hati dan pikiran, membawa kita menuju dalam yang di angan-angankan.

Masih terlintas jelas kejadian itu di benakku, kejadian satu tahun silam ketika aku masih bersamanya. Rifki Zamaris, itulah nama orang yang pernah singgah dalam kehidupan ku dan dialah cinta pertamaku.

“Kak Rifki tungguin aku kenapa sih? jangan buru-buru” Omelanku pada padanya.

“Yah, lemot banget sih kamu, ha ha ha? cepat dikit kenapa sih? Udah hampir hujan ni” jawabnya.

“Iya bawel” Jawabku sambil berlari kecil ke arahnya.

Tina Yustika adalah nama lengkapku, aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Aku masih duduk di bangku SMA kelas XI, sedangkan kak Rifki dia XII. Aku dan kak Rifki sudah bersahabat sejak SMP daan sejak saat itu pula aku mulai menyimpan rasa padanya.

“Tina cepat lari! Udah mulai gerimis nih” Kata kak Rifki.

“Iya, iya capek tau kak” Ucapku sedikit ngosan-ngosan.

“Wah mau hujan nih, udah lama enggak hujan-hujanan. Aku kangen hujan, aku suka hujan. Kerjain kak Rifki aja ah” Kataku dalam hati.

“Aduh” Teriakku mengeluh pura-pura jatuh.

“Tina! Kamu kenapa? kamu enggak apa-apa kan?” Tanya kak Rifki sedikit khawatir padaku.

“Sakit kak, kaki aku kepeleset nih” Jawabku.

“Haduh ada-ada aja! Mana mau hujan lagi!” Omel kak Rifki.

Tiba-tiba hujan pun turun dengan derasnya. Aku dan kak Rifki pun kehujanan dan kami berdua basah kuyup dan merasakan sesansi hujan.

“Yeee… Hujan !” Ucapku berdiri dan kegirungan.

“Kamu kok bisa berdiri? Kamu bohongin kakak ya?” Tanya kak Rifki sembil senyum.

“Hehehe… Maaf kak! Habis udah lama aku enggak main hujan-hujanan” Ucapku sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah ku membentuk huruf V.

“Dasar tina nyebelin. Kan kakak jadi basah semua” Ocehan kak Rifki terhadapku.

“Yah, maaf kak?” Jawabku sedikit lesu.

“Iya aku maafin kok. Terus sekarang kita gimana? Basah ni” Tanya kak Rifki.

“Ya udah  pulang aja? Nanti kakak sakit, repot dong jadinya” Ucapku sok dewasa.

“Ya udah ayok!" Jawab kak Rifki sambil menarik tangan kananku. Dag dig dug, itu yang berdegup sangat kencang hingga aku tidak mampu berkata apa-apa.

“Apa aku beneran cinta pada kak Rifki?” Tanyaku pada diriku sendiri. Aku masih terpaku atas perlakuan itu hingga aku tak sadar jika aku sudah tepat berada di depan rumah ku.

“Udah sampai, kamu cepetan masuk terus ganti baju ya? nanti kamu sakit” Ucap kak Rifki secara tiba-tiba.

“Iya, kak!" Jawabku agak gagu.

Akupun masuk ke dalam rumah dan langsung masuk ke kamar untuk ganti baju. Terasa masih hangat genggaman tangan itu. Genggaman tangan kak Rifki yang bisa membuat jantung ku berdetar hebatnya.

Tiga hari sudah kejadian itu berlalu dan aku masih teringat jelas kejadian saat tanganku di genggam kak Rifki di bawah guyuran hujan. Ternyata pagi ini mendung menyelimuti angkasa, sang mentari pun tak menampakkan sinar indahnya.

“Hujan, aku suka hujan" Ucapku dalam hati.

Pagi pun sudah menunjukkan pukul 07:15, setelah bersiap-siap aku pun bergegas pergi ke sekolah, dan beberapa menit kemudian aku pun sampai di depan gerbang sekolah. Aku lihat di sana ada kak Rifki yang berdiri dengan seorang perempuan dan mereka sangat mesra. Rasa cemburu mulai henggap di dalam hatiku. Hal itu serasa menyayat-nyayat hati kecilku yang telah mulai rapuh. Tak terasa air mata mulai menetes bersamaan dengan gerimis yang mulai turun.

Beberapa waktu kemudian, kak Rifki pun menoleh ke arah ku dan tersenyum padaku. Spontan aku pun menghapus air mataku dan bergegas pergi mendekati kak Rrifki.

“Hai kak?” Sesampaiku padanya.

“Kamu lama banget sih? Sampai jamuran nih kakak menunggu kamu” Ocehan kecil kak Rifki terhadap ku.

“Ya maaf, tadi telat bangun” Elak ku pada kak Rifki.

“Ya udah, aku maafin. Oh ya. Kenalin ni Era teman sekelasku” Sembari menunjukkan perempuan yang ada di samping kak Rifki.

“Hai kak, aku Tina” Ucapku sembari menyulurkan tangan.

“Eva” Ucapnya padaku dengan membalas uluran tangan.

“Ya udah, masuk yuk? Udah gerimis juga nih” Kata kak Eva.

“Iya” Jawabku singkat.

Cantik ya, itu hal pertama yang aku mengerti sejak pertama melihat kak Eva. Mereka berdua pun sangan cocok saat berjalan berdampingan. Dan aku lihat ekspresi kak Rifki saat bersama kak Eva. Ada hal yang sangat berbeda yang tampak padanya hingga aku pun mulai berpikir jika aku harus membuang jauh-jauh perasaanku pada kak Rifki, karena mungkin semua itu adalah hal terbaik untukku dan untuk kak Rifki.

Hari ini sangat mendung, sejak dari pagi tadi matahari tidak mau memperlihatkan dirinya. Hanya bisa bersembunyi di balik awan hitam yang menutupi hampir seluruh bagian langit. Seperti biasa, aku dan kak Rifki sering pulang sekolah bersama. Berjalan kaki dan melewati jalan yang cukup sepi. Langkah demi langkah kami lewati dengan bercengkrama penuh canda dan tawa layaknya sepasang adik dan kakak.

Satu bulan sudah waktu telah berlalu dan kini aku telah mendengar kabar dari temanku bahwa kak Rifki telah berpacaran dengan kak Eva. Saat itu pun aku merasa sakit hati yang begitu perih meskipun dari awal melihat mereka pertama bersama.

Baca juga:

Aku mencoba untuk melupakan kak Rifki tetapi tetap saja susah untuk kulakukan. Aku merasa kegalauan membayangi hari-hariku.

Sampai saat ini aku belum bisa melupakan kak Rifki walaupun aku sudah berusaha. Apalagi saat hujan turun semua memoriku bersamanya seakan menari-nari di dalam benakku. Memang tak bisa di pungkiri bahwa cinta pertama itu sulit untuk dilupakan.

Oleh: Tina Yustika